TOKYO, KOMPAS.com — Pemerintah Jepang mengancam menyeret Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait dengan kebijakan larangan ekspor bijih mineral, termasuk nikel. Sikap ini dilakukan karena Jepang merupakan negara kedua terbesar pengguna nikel di dunia.
"Langkah-langkah sepihak di Indonesia itu tidak sesuai dengan aturan WTO," kata Takayuki Ueda, Direktur Umum Industri Manufaktur Departemen Perdagangan Jepang, Senin (11/6/2012). Rencananya Indonesia akan melarang ekspor mineral tambang mentah pada tahun 2014.
Menurut Ueda, Pemerintah Jepang akan berusaha menempuh jalan negosiasi sebelum memutuskan untuk menyeret Indonesia ke markas besar WTO di Geneva, Swiss. Selain melarang ekspor bijih mineral tambang, Indonesia juga menerapkan bea keluar (BK) ekspor sebesar 20 persen.
Ueda menegaskan, adanya beleid tersebut, industri manufaktur di Jepang khawatir kinerja industri mereka akan melorot. Sebab, biaya produksi perusahaan mereka akan membengkak.
Kekhawatiran industri manufaktur di Jepang cukup beralasan karena Indonesia merupakan sumber bahan baku biji mineral utama bagi Jepang. "Tidak ada negara lain yang menggantikan Indonesia," kata Toshio Nakamura, Manajer Umum Bahan Baku Logam di Mitsui & Co yang merupakan pedagang nikel terbesar di Jepang.
Dampak lain dari beleid yang diterbitkan pemerintah Indonesia itu adalah, adanya potensi kenaikan harga nikel sebesar 17 persen menjadi 20.000 dollar AS per metrik ton pada kuartal keempat nanti.
Sukristiyawan, manajer senior pemasaran PT Aneka Tambang, produsen terbesar nikel di Indonesia bilang, ekspor nikel dari Indonesia diperkirakan turun 20 persen pada semester II tahun ini.